Sejak kapan kita setuju bahwa lawan kata cinta adalah bukan benci. Apa saat kita tersadar bahwa kita bisa cinta dan benci secara bersamaan? Tapi apakah kita bisa merasakan cinta dan tidak ada rasa secara bersamaan? Saya rasa jawabannya kalau cinta ya cinta saja kalau tidak ada rasa ya tidak ada rasa saja.
Lawan kata dari cinta ini menjadi sangat penting untuk diketahui apa yang benarnya. Karena kita bisa menerapkannya kepada orang yang telah melukai kita secara emosi agar serangan baliknya pun secara emosi pula.
Inspirasi saya hari ini adalah memahami bahwa balas dendam terbaik atas cinta yang tidak dihargai adalah dengan tidak memberikan rasa apapun atau absence of emotion. Ketidakhadiran sama sekali atas rasa apapun alias menarik rasa seluruhnya dengan seketika. Itu sudah penerapan yang terbaik bagi dirinya dan diri kita sendiri.
Bagi dirinya karena dia tidak sepantasnya mendapatkan apa yang seharusnya tidak dia dapatkan. Ibaratnya wadah kecilnya tidak dia perbesar. Tetapi kita tetap mengalirinya cinta maka cinta kita pun akan tumpah sia-sia.Sedangkan bagi diri kita ibarat mata air yang kering karena tidak ada produksi cinta yang terhasilkan, meskipun mata air itu terhasilkan dari sifat biologis kita sendiri. Tetapi akibat motivasi atas dirinya tidak bisa kita lanjutkan. Maka kita akan belajar untuk mencari mata air di wilayah yang lebih baik agar sustainable alias berkelanjutan.
Perumpamaan ini sudah sesuai dengan pendekatan sains di mana hormon oksitosin kita yang banjir selama jatuh cinta seketika surut saat patah hati. Obatnya ya mencari potensi yang bisa memicu hormon oksitosin baru. Tetapi kali ini kita mencarinya dengan memperhatikan karakteristik mata air baru yang lebih baik dari pada mata air lama karena apabila sama dengan yang sebelumnya maka akan sama saja.